Thursday 12 July 2018

ORI difteri
ORI atau Outbreak Response  Imuniation  adalah pemberian Imunisasi difteri pada Anak diatas  USIA 1 sampai usia 19th.
Imunisasi ini dilakukan Di posyandu, aatau fisekolah

Tuesday 13 March 2018

Gropyokan Uget - Uget

Gropyokan Uget-uget menjadi salah satu kegiatan unggulan di desa Maron Banyakan Kediri.
Kegiatan ini sebagai upaya pemberantasan sarang nyamuk,  dengan target ABJ= Angka bebas jentik dalam suatu lingkungan mencapai 100% .
Kegiatan ini melibatkan berbagai lapisan masyarakat mulai dari anak sekolah,  Karang Taruna , ibu Balita sampai lansia.
Kegiatan yang diawali Dari keprihatinan terhadap tingginya angka penderita DBD menggerakkan hati bidan desa Maron Banyakan dan kader jumantik desa untuk memiliki upaya PSN.
PSN dengan jalan penyuluhan tak kurang2 nya dilakukan pads masyarakat namun Cara ini kurang mendapatkan respon untuk diaplikasikan.
Akhirnya dibuatlah Gropyokan Uget - Uget

PERAWATAN TALI PUSAT

Sebagian ibu muda masih sangat takut untuk melakukan perawatan tali pusat, padahal ini sangat penting dalam proses perawatan bayi. jika kita salah dalam melakukan perawatan tali pusat dapat berakibat Infeksi pada tali pusat dan ini bisa berakibat fatal

berikut adalah cara melakukan perawatan tali pusat
alat:

  • kasa steril
  • air matang  hangat 

caranya :

  1. cuci tangan memakai air mengalir dan sabun
  2. buka tali pusat yang telah kotor
  3. bersihkan tali pusat dengan kasa steril dan air matang hangat
  4. bungkus kembali dengan kasa steril


dulu perawatan tali pusat memang mekai alkohol , namun seiring berkembangnya jaman dan dari hasil penelitian alkohol 70% tidak di gunakan lagi dengan alasan alkohol akan menguap dan akan hanya tertinggal airnya sja . ini justru akan memrlambat proses pengeringan tali pusat.
  demikian semoga bermanfaat


Kiss and Love 
"Bidan Istianah"

BISNIS KEBIDANAN

Bisnis kebidanan saat ini makin marak, namun peraturan dan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah semakin menjepit wewenang bidan.
Kondisi ini haruslah diantisipasi oleh bidan agar tidak terlena dan Akhirnya terlambat menyikapi 

UNDANG UNDANG MENGENAI PRAKTIK BIDAN

UNDANG UNDANG MENGENAI PRAKTIK BIDAN

TUGAS ETIKOLEGAL
UNDANG-UNDANG PRAKTIK KEBIDANAN


IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan perlu mengatur Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
  1. bahwa dalam rangka menyelaraskan kewenangan bidan dengan tugas pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang merata, perlu merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor H K.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan kembali Peraturan       Menteri             Kesehatan tentang Izin          dan
    Penyelenggaraan Praktik Bidan;
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambaran Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
  2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
  5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/ XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 439/Menkes/Per/ VI/2009 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang
    Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan;
  6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 369/Menkes/SK/ 111/2007 tentang Standar Profesi Bidan;
  7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 938/Menkes/SK/ VI11/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan;
  8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/1/2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :  PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1 Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang telah teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan.
2 Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
  1. Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi.
  2. Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
  3. Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik bidan mandiri.
  4. Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar operasional prosedur.
  5. Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.
  6. 8.   Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
BAB II
PERIZINAN
Pasal 2
(1)  Bidan dapat menjalankan praktik mandiri dan/atau bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
(2)  Bidan yang menjalankan praktik mandiri harus berpendidikan minimal Diploma III (D III) Kebidanan.
Pasal 3
(1)    Setiap bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan wajib memiliki SIKB.
(2)    Setiap bidan yang menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
(3)    SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) tempat.
Pasal 4
(1) Untuk memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Bidan harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan:
  1. fotocopy STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
  2. surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
    1. surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat praktik;
    2. pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
    3. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk; dan
    4. rekomendasi dari organisasi profesi.
(2) Kewajiban memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan, maka Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
(4) Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I terlampir.
(5) Contoh SIKB sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir
(6) Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.
Pasal 5
(1)    SIKB/SIPB dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota.
(2)    Dalam hal SIKB/SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e tidak diperlukan.

(3) Permohonan SIKB/SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atau dinas kesehatan kabupaten/kota kepada pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.
Pasal 6
Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat kerja dan 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 7
(1) SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya.
(2) Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan :
  1. fotokopi SIKB/SIPB yang lama;
  2. fotokopi STR;
  3. surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
  4. pas foto berwarna terbaru ukuran 4X6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
    1. rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e; dan
    2. rekomendasi dari organisasi profesi.
Pasal 8
SIKB/SIPB dinyatakan tidak berlaku karena:
  1. tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB.
  2. masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang.
  3. dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin.


BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
  1. pelayanan kesehatan ibu;
  2. pelayanan kesehatan anak; dan
  3. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Pasal 10
(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. pelayanan konseling pada masa pra hamil;
  2. pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
  3. pelayanan persalinan normal;
  4. pelayanan ibu nifas normal;
  5. pelayanan ibu menyusui; dan
  6. pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
(3) Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk:
  1. episiotomi;
  2. penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
  3. penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
  4. pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
  5. pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
  6. fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
  7. pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
  8. penyuluhan dan konseling;
  9. bimbingan pada kelompok ibu hamil;
  10. pemberian surat keterangan kematian; dan
  11. pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Pasal 11
(1)    Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah.
(2)    Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk:
  1. melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi Vitamin K 1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0 — 28 hari), dan perawatan tali pusat;
  2. penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
  3. penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
  4. pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah;
  5. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah;
  6. pemberian konseling dan penyuluhan;
  7. pemberian surat keterangan kelahiran; dan
  8. pemberian surat keterangan kematian.
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c, berwenang untuk:
  1. memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana; dan
  2. memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal 13
(1) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12, Bidan yang menjalankan program Pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi:
  1. pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit;
  2. asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu dilakukan di bawah supervisi dokter;
  3. penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkan;
  4. melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan;
  5. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah;
  6. melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
  7. melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya;
  8. pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi; dan
  9. pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah.
(2) Pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang dilatih untuk itu.
Pasal 14
(1) Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

(2)    Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota.
(3)    Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
Pasal 15
(1)    Pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota menugaskan bidan praktik mandiri tertentu untuk melaksanakan program Pemerintah.
(2)    Bidan praktik mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemerintah daerah provi nsi/kabupaten/kota.
Pasal 16
(1)    Pada daerah yang belum memiliki dokter, Pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
(2)    Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
(3)    Pemerintah     daerah         provinsi/kabupaten/kota            bertanggung          jawab
menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
Pasal 17
(1) Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi:
  1. memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan prasekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat;
  2. menyediakan maksimal 2 (dua) tempat tidur untuk persalinan; dan
  3. memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(2) Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.
Pasal 18
(1) Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan berkewajiban untuk:
  1. menghormati hak pasien;
  2. memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
  3. merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu;
  4. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;
  5. menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan;
  6. melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelayanan lainnya secara sistematis;
  7. mematuhi standar ; dan
  8. melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian.
(2) Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
(3) Bidan dalam menjalankan praktik kebidanan harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik/kerja, bidan mempunyai hak:
  1. memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik/kerja sepanjang sesuai dengan standar;
  2. memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/atau keluarganya;
  3. melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar; dan
  4. menerima imbalan jasa profesi.




MENTERI KESEIIATAN
REPUBL1K INDONES4A
BAB IV
PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pasal 20
(1)    Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan.
(2)    Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan ke Puskesmas wilayah tempat praktik.
(3)    Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 21
(1)    Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikutsertakan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
(2)    Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
(3)    Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelengaraan praktik bidan.
(4)    Dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di desa serta menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk pelaksanaan tugas supervisi terhadap bidan di wilayah tersebut
Pasal 22
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.

MENTERI KESENATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 23
(1)    Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam Peraturan ini.
(2)    Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.teguran lisan;
b.teguran tertulis;
c.pencabutan SIKB/SIPB untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau
d.pencabutan SIKB/SIPB selamanya.
Pasal 24
(1)  Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi pencabutan surat izin/STR kepada kepala dinas kesehatan provinsi/Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) terhadap Bidan yang melakukan praktik tanpa memiliki SIPB atau kerja tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).
(2)  Pemerintah daerah kabupaten/kota dapat mengenakan sanksi teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin fasilitas pelayanan kesehatan sementara/tetap kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai SIKB.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 25
(1) Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini sampai dengan masa berlakunya berakhir.

MENTERI KESENATAN
REPUBLIK INDONESIA
(2) Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis jangka waktunya, berdasarkan Peraturan ini.
Pasal 26
Apabila Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) belum dibentuk dan/atau belum dapat melaksanakan tugasnya maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
Pasal 27
Bidan yang telah melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan Peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan Peraturan ini paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
Pasal 28
Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma III (D III) Kebidanan yang menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Peraturan ini ditetapkan.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 29
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:
  1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan dan praktik bidan; dan
  2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

MENTERI KESDIATAN
REPUBLIK INDONESIA
Pasal 30
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Oktober 2010
MENTERI KESEHATAN,
ttd
ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH
Diundangkan di Jakarta pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR

Lampiran
Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor : 1464/MENKES/PER/X/2010 Tanggal : 4 Oktober 2010

PERSYARATAN PRAKTIK BIDAN
A. TEMPAT PRAKTIK
1. Tempat untuk praktik bidan mandiri terpisah dari ruangan keluarga terdiri dari :
  1. Ruang Tunggu
  2. Ruang Pemeriksaan
  3. Ruang Persalinan
  4. Ruang Rawat !nap
  5. WC/Kamar mandi
  6. Ruang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)
2. Papan Nama
Bidan yang praktik mandiri dan telah mempunyai SIPB wajib memasang papan nama praktik bidan yang memuat : nama, alamat tempat praktik, Nomor SIPB dan waktu praktik. Ukuran 40 cm x 60 cm dengan warna dasar putih dan tulisan hitam.
B. PERALATAN
DAFTAR PERALATAN PRAKTIK BIDAN
No.
Jenis Alat
Jumlah
A.
Peralatan tidak steril

1
Tensimeter
1
2
Stetoskop binoculer
1
3
Stetoskop monoculer
1
4
Timbangan dewasa
1
5
Timbangan bayi
1
6
Pengukur panjang bayi
1
7
Termometer
2

No.
Jenis Alat
Jumlah
8
Oksigen dengan regulator
1
9
Ambu bag dengan masker resusitasi (ibu+bayi)
1/1
10
Pengisap lendir
2
11
Lampu/sorot
1
12
Penghitung nadi (jam dengan jarum detik)
1
13
Sterilisator
1
14
Bak instrumen dengan tutup
2
15
Palu Refleks
1
16
Alat pemeriksa Hb (Sahli)
1
17
Set pemeriksaan urine (protein + reduksi)
1
18
Pita pengukur
1
19
Sarung tangan karet untuk mencuci alat
2 pasang
20
Apron
2 pasang
21
Masker
1     dus
22
Pengaman mata
2
23
Sarung kaki plastik
Sesuai kebutuhan
24
Semprit disposable
Sesuai kebutuhan
25
Tempat kotoran/sampah
3
26
Tempat kain kotor
Sesuai kebutuhan
27
Tempat plasenta
Sesuai kebutuhan
28
Pot
Sesuai kebutuhan
29
Piala Ginjal/bengkok besar dan kecil
2/2
30
Sikat, sabun ditempatnya
2
31
Kertas lakmus
1 set
32
Semprit gliserin
1
33
Gunting verband
1
34
Gelas ukur 500 ml
1
35
Spatula lidah logam
1
36
Perlengkapan pakaian bayi
Sesuai kebutuhan
37
Perlengkapan pakaian Ibu
Sesuai kebutuhan
B.
Peralatan steril (dtt)

1
Klem Pean
2
2
1/2 Klem Kocher
2
3
Korentang
2
4
Gunting tali pusat
2
5
Gunting benang
2
6
Gunting episiotomi
2
7
Kateter karet/metal
2/2
8
Pinset anatomi pendek dan panjang
1/1

No.
Jenis Alat
Jumlah
9
Tenakulum/kocher tang
2/2
10
Pinset bedah
2
11
Spekulum cocor bebek dan Sims
1/1
12
Mangkok metal kecil
2
13
Pengikat tali pusat
Sesuai kebutuhan
14
Pengisap lendir
1
15
Tampon tang
2
16
Tampon vagina
Sesuai kebutuhan
17
Pemegang jarum
2
18
Jarum kulit dan otot
Sesuai kebutuhan
19
Sarung tangan
Sesuai kebutuhan
20
Benang sutera + catgut
Sesuai kebutuhan
21
Doek steril (kain steril)
6
C.
Bahan habis pakai
Sesuai kebutuhan
1
Kapas

2
Kain Kasa

3
Plester

4
Handuk

5
Pembalut wanita

D.
Peralatan pencegahan infeksi

1
Wadah anti tembus untuk pembuangan tabung


suntik dan jarum
1
2
Tempat untuk sampah terkontaminasi basah dan


kering dalam tempat terpisah
3
3
Ember untuk menyiapkan larutan klorin
1
4
Ember        plastik     tertutup      untuk           dekontaminasi


peralatan
2
5
Ember plastik dan sikat untuk membersihkan dan


mencuci peralatan
2
6
DTT set untuk merebus dan atau mengukus
1
7
Tempat        penyimpanan      peralatan      bersih         yang


tertutup rapat.
2
E.
Formulir yang disediakan
Sesuai kebutuhan
1
Formulir Informed Consent

2
Formulir ANC


No.
Jenis Alat
Jumlah
3
Formulir Partograf

4
Formulir persalinan/nifas dan KB

5
Buku register : ibu, bayi, anak, KB

6
Formulir Laporan

7
Formulir rujukan

8
Formulir surat kelahiran

9
Formulir surat kematian

10
Formulir surat keterangan cuti bersalin

11
Formulir permintaan darah

12
Buku KIA


MENTERI KESEHATAN,
ttd
ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH




Formulir I
Perihal : Permohonan Surat Izin Kerja Bidan/Surat Izin Praktik Bidan (SIKB/SIPB)
Kepada Yth,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota……………
Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama Lengkap
Alamat
Tempat, tanggal lahir
Jenis kelamin
Tahun Lulusan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, dengan ini mengajukan permohonan untuk mendapatkan Surat Izin Kerja Bidan/Surat Izin Praktik Bidan (SIKB/SIPB).
Sebagai bahan pertimbangan terlampir:
  1. fotokopi SIB/STR yang masih berlaku dan dilegalisasi;
  2. surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki Surat Izin Praktik;
  3. surat pernyataan memiliki tempat praktik;
  4. pas foto berwarna terbaru ukuran 4 X 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;
    1. rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau pejabat yang ditunjuk; dan
    2. rekomendasi dari organisasi profesi.
Demikian atas perhatian Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.
Pemohon,





Formulir II
KOP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA
SURAT IZIN KERJA BIDAN (SIKB) Nomor:
Yang bertanda tangan di bawah ini, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memberikan izin kerja kepada:
Nama
Tempat/tanggal lahir Alamat
Nomor SIB/STR
Untuk bekerja sebagai bidan di … (tempat dan alamat lengkap fasilitas pelayanan kesehatan)
Surat Izin Kerja Bidan (SIKB) ini berlaku sampai dengan tanggal (sesuai pemberlakuan SIB/STR)

Dikeluarkan di …
Pada tanggal
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Pas Foto
4X6
Tembusan :
  1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi …;
  2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ….;
  3. Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) daerah …; dan
  4. Pertinggal.


Formulir III
KOP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA
SURAT IZIN PRAKTIK BIDAN (SIPB) Nomor:
Yang bertanda tangan di bawah ini, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota memberikan izin praktik kepada:
Nama
Tempat/tanggal lahir : Alamat
Nomor SIB/STR
Untuk berpraktik sebagai bidan di … (tempat dan alamat lengkap tempat praktik)
Surat Izin Praktik Bidan (SIPB) ini berlaku sampai dengan tanggal (sesuai pemberlakuan SIB/STR)

Dikeluarkan di …
Pada tanggal
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Pas Foto
4X6




Tembusan :
  1. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi …;
  2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ….;
  3. Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) daerah …; dan
  4. Pertinggal.


PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/149/2010 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK BIDAN

BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK

Pasal 8

Bidan dalam menjalankan praktik berwenang untuk memberikan pelayanan meliputi:
a. Pelayanan kebidanan
b. Pelayanan reproduksi perempuan; dan
c. Pelayanan kesehatan masyarakat

Pasal 9
1. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a ditujukan kepada ibu dan bayi
2. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa menyusui.
3. Pelayanan kebidanan pada bayi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari.

Pasal 10 
1. Pelayanan kebidanan kepada ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (2) meliputi:

a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemeriksaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. Pertolongan persalinan normal
e. Pelayanan ibu nifas normal

2. Pelayanan kebidanann kepada bayi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) meliputi:
a. Pemeriksaan bayi baru lahir
b. Perawatan tali pusat
c. Perawatan bayi
d. Resusitasi pada bayi baru lahir
e. Pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah; dan
f. Pemberian penyuluhan

Pasal 11
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf a berwenang untuk:
a. Memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah
b. Bimbingan senam hamil
c. Episiotomi
d. Penjahitan luka episiotomi
e. Kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
f. Pencegahan anemi
g. Inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif
h. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia
i. Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk;
j. Pemberian minum dengan sonde/pipet
k. Pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala III;
l. Pemberian surat keterangan kelahiran
m. Pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan

Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b, berwenang untuk;
a. Memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom;
b. Memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter;
c. Memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah; dan
e. Memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil.

Pasal 13
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf c, berwenang untuk:
a. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi;
b. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas; dan
c. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.

Pasal 14
1. Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada dokter di tempat kejadian, bidan dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
2. Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8.
3. Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
4. Dalam hal daearah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.

Pasal 15
1. Pemerintah daerah menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memiliki dokter.
2. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diseleenggarakan sesuai dengan modul Modul Pelatihan yang ditetapkan oleh Menteri.
3. Bidan yang lulus pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memperoleh sertifikat.

Pasal 16
Pada daerah yang tidak memiliki dokter, pemerintah daerah hanya menempatkan Bidan dengan pendidikan Diploma III kebidanan atau bidan dengan pendidikan Diploma I kebidanan yang telah mengikuti pelatihan.

Pasal 17
Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Pasal 18
1. Dalam menjalankan praktik, bidan berkewajiban untuk:
a. Menghormati hak pasien
b. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani dengan tepat waktu.
c. Menyimpan rahasia kedokteran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan;
e. Meminta persetujuan tindakan kebidanan yang akan dilakukan;
f. Melakukan pencatatan asuhan kebidanan secara sistematis;
g. Mematuhi standar; dan
h. Melakukan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahirana dan kematian.

2. Bidan dalam menjalankan praktik senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.

Pasal 19
Dalam melaksanakan praktik, bidan mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan praktik sepanjang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan;
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan/ atau keluarganya;
c. Melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan, standar profesi dan standar pelayanan; dan
d. Menerima imbalan jasa profesi.